Berbicara tentang sejarah perkembangan Bahasa Indonesia, kita tidak bisa
lepas dari sejarah bangsa Indonesia secara keseluruhan, mulai dari jaman
Kerajaan Sriwijaya sampai sekarang ini, khususnya Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda
28 Oktober 1928 merupakan titik tolak perkembangan bahasa Indonesia.
sebelum sumpah pemuda
1.1 Zaman Kerajaan
Pada abad VII sampai dengan abad XII, Kerajaan Sriwijaya menguasai perpolitikan
dan ilmu pengetahuan di Asia Tenggara dengan adanya Perguruan Tinggi Agama
Budha. Perguruan tinggi tersebut mempunyai bahasa pengantar dalam kuliah yakni
bahasa Melayu. Buktinya, di Palembang, Jambi dan Bangka, ditemukan batu
bersurat (piagam) bertanggal tahun Syaka 604, 605,608 (kira-kira sesuai dengan
tahun 682,683,686 Masehi) yang menggunakan bahasa Melayu tertua.
Kemudian Kerajaan Malaka muncul pada abad ke-XV setelah Kerajaan Sriwijaya
mengalami kemunduran. Pada masa itu bahasa Melayu mengalami kemajuan yang
pesat, terutama dengan masuknya agama Islam yang menggunakan bahasa Melayu
sebagai bahasa pengantar. Pada zaman itu mulai berkembang sastra tulis,
seperti: Hikayat Muhammad Ali Hanafiah, Hikayat Amir Hamzah, dan Hikayat
Iskandar Zulkarnaen. Waktu itu, bahasa Melayu yang digunakan dibedakan atas 3
bagian, yaitu :
A. Bahasa Melayu Pasar, yang dipakai di bidang perdagangan;
B Bahasa Melayu Tinggi (Riau) dipakai dalam administrasi pemerintahan, kantor
dan sekolah;
C. Bahasa Melayu Dialek yang muncul di daerah tertentu, misalnya bahasa Melayu
Dialek Ambon, bahasa Melayu Dialek Jakarta dan bahasa Melayu Diatek Medan.
Pada Tahun 1511, Kerajaan Malaka ditaklukkan Portugis. Semua Sastra Melayu
habis terbakar akibat penyerbuan besar-besaran yang dilakukan bangsa Portugis.
Pada tahun 1824, Perjanjian London ditandatangani. Perjanjian ini membuat Malaysia
yang sekarang, Singapura dan Indonesia terpisah. Semenjak itu aktivitas bahasa
terbagi dua, yaitu pertama, bahasa Melayu Singapura dan Malaysia berkembang
sesuai dengan kondisi di bawah penjajahan Inggris.
1.2 Zaman Kolonial (Penjajahan) Belanda
Pada zaman ini bahasa Melayu Indonesia berkembang sesuai dengan kondisi di
bawah penjajahan Belanda. Ch. A. Van Ophuysen menyusun ejaan resmi bahasa
Melayu pada tahun 1901. Hal ini semakin memantapkan kedudukan bahasa Melayu.
Sebelumnya Gubernur Belanda telah menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa
pengantar di sekolah “Bumiputera”. Selanjutnya pemerintah Belanda mendirikan
Taman Bacaan Rakyat pada tahun 1908, yang kemudian diubah menjadi Balai Pustaka
pada tahun 1917.
Pada tanggal 25 Juni 1918 keluar ketetapan Ratu Belanda yang memberi kebebasan
kepada anggota Dewan Rakyat (Volkstrad) menggunakan bahasa Melayu dalam
perundingan. Ketetapan ini merupakan reaksi Kerajaan Belanda atas gagasan yang
dicetuskan anggota-anggota Dewan Rakyat bangsa Indonesia yang didorong oleh
hasrat untuk memperjuangkan diakuinya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
1.3 Zaman Pergerakan Kemerdekaan
Perjuangan partai politik mempunyai peranan yang besar. Karena sebagian besar
partai politik menggunakan bahasa Melayu (Indonesia) dalam rapat-rapat, dan
dalam tulisan-tulisan. Partai politik yang ada waktu itu seperti, Budi Oetomo
(1922), Partai Hindia (1912), Serikat Islam (1913). Ada juga
Perhimpunan-Perhimpunan Pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon,
yang kemudian bersatu dalam Indonesia Muda. Mereka Inilah yang mencetuskan
Sumpah Pemuda.
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 mengumandangkan ke seluruh Tanah Air bahkan ke
seluruh dunia bahwa Indonesia: Berbangsa Satu yaitu Bangsa Indonesia, Bertanah
Air Satu yaitu Tanah Air Indonesia dan yang ketiga (terpenting) Menjungjung
Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia. Butir ketiga, merupakan suatu karunia
ilahi yang telah mengilhami putra-putri Indonesia untuk bersatu. Setiap orang
Indonesia menyadari bahwa bahasa Indonesia telah berjasa mempercepat persatuan
bangsa. Kini bangsa Indonesia telah memiliki bahasa kebangsaan, bahasa kesatuan
dan bahasa yang dapat mempersatukan kehendak dan perasaan.
Prof Dr. A Teeuw menyebutnya sebagai “pembaptisan” bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia. Secara psikologis, peristiwa ini membuat rasa persatuan dan kesatuan
semakin erat. Semua suku merasa mempunyai satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
Sebagai realisasi dari Sumpah Pemuda ini, muncullah surat kabar dan majalah.
Kemudian media massa ini sangat berperan besar dalam pembentukan dan
perkembangan bahasa Indonesia.
sesudah sumpah pemuda.
Pada tahun 1933 resmi berdiri suatu angkatan sastrawan yang menamakan dirinya
Pujangga Baru. Nama ini diambil dari nama majalah sastra dan kebudayaan waktu
itu yakni, Pujangga Baru. Pada masa itu dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia
yang sebenarnya telah mulai dari bahasa Melayu Balai Pustaka yang masih khas
Minangkabau berkembang menjadi bahasa modren yakni bahasa Indonesia. Masyarakat
pun semakin mengenal dan secara tidak langsung mereka belajar dari surat kabar
yang banyak bermunculan. Tokoh yang paling berperan, yaitu, S. Takdir
Alisyahbana. Dia banyak mengarang buku dan pernah menulis artikel tentang
jurnalistik Melayu Tionghoa dalam majalah Pujangga Baru.
1.4 Zaman Penjajahan Jepang
Masa penjajahan Jepang merupakan masa penting. Bahasa Indonesia menjadi bahasa
utama karena bahasa Belanda (bahasa musuh) tak boleh lagi dipergunakan dalam
percakapan sehari-hari dan urusan-urusan remi. Sementara itu bahasa Jepang
belum dikuasai. Maka satu-satunya alat komunikasi adalah bahasa Indonesia.
Di sisi lain perkembangan bahasa Indonesia menjadi tak teratur. Sebagian kaum
terpelajar tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik karena belum pernah
mempelajari bahasa Indonesia secara baik, teratur dan sungguh-sungguh. Mereka
lebih menguasai bahasa Belanda. Itulah sebabnya bahasa Indonesia banyak
dipengaruhi bahasa Belanda.
1.5 Zaman Kemerdekaan
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945,
mulailah suatu masa yang sangat penting. UUD-RI 1945, bab XV, pasal 36 berisi :
Bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Pengesahan dalam Undang-Undang Dasar ini
menjadikan bahasa Indonesia memperoleh kedudukan secara hukum dan lebih pasti.
Dunia mengetahui bahwa bangsa Indonesia yang baru merdeka itu mempunyai bahasa
sendiri. Kedudukan bahasa Indonesia mendapat kepastian sebagai bahasa nasional,
bahasa kesatuan, bahasa resmi dan bahasa negara.
Sastrawan-sastrawan muda yang sejak tahun 1942 sudah muncul, terkenal dengan
nama “Angkatan ‘45”. Bahasa yang dipergunakan mereka bukan lagi bahasa Balai
Pustaka, juga bukan bahasa Pujangga Baru, melainkan bahasa Indonesia yang
berkembang dengan corak baru. Kekhasan bahasa yang dipakai waktu itu, lebih
bebas dalam memilih kata maupun kalimat, kaya dengan ungkapan-ungkapan, dan
perbandingannya tidak berbau klise lagi.
Pada tahun 1950, bahasa Indonesia memasuki periode baru, dan semakin
terus-menerus dibina dan dikembangkan. Kedudukan bahasa Indonesia menjadi
bahasa ilmu, bahasa seni, bahasa politik, bahasa hukum dan bahasa ekonomi.
Selanjutnya, pada tanggal 16 Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia
menetapkan pemakaian ejaan baru. Pemerintah juga melalui surat keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengubah Lembaga Bahasa Nasional menjadi
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada tanggal 1 Pebruari 1975. Berbagai
usaha dilakukan lembaga ini untuk mengembangkan bahasa Indonesia.
Penelitian-penelitian, penataran, penyuluhan, seminar dan konferensi-konferensi
digalakkan. Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia
(RRI) juga berperan dalam pembinaan bahasa Indonesia melalui program-program
siaranya.
(Tugas MaKul B. Indonesia smt 1)